Yes Muslim - DAULAH itu sebuah keniscayaan. Daulah juga merupakan institusi politik yang mencakup berbagai komponen, mulai dari politik, sosial, ekonomi, sosial dan budaya.
Karena itu, tak cukup mendambakan sebuah daulah, tapi perlu disiapkan sosok pemimpin dan generasi untuk menjalankan daulah itu.
“Ini bukan soal daulah atau tidak. Tapi siap atau tidak. Kita tidak ingin, begitu muncul daulah, yang terjadi malah konflik internal di tubuh umat Islam itu sendiri. Satu kelompok bikin daulah, yang lain bilang tidak sah, ada pula yang menyebut bid’ah, kufur, bahkan saling membunuh. Hal-hal seperti ini harus diselesaikan terlebih dahulu,” ungkap Cendikiawan Muslim Dr. Adian Husaini, kepada Islampos di kediamannya di Depok, baru-baru ini.
Sebelum bicara daulah, sudahkah kita memiliki lembaga pendidikan atau media yang mumpuni misalnya.
“Jika kita punya sekolah Islam, ada atau tidak guru yang terbaik di sekolah itu. Atau Universitas Islam, dimana contohnya. Jadi jangan dulu bicara negara, itu institusi yang tinggi. Dimulailah dari menyiapkan dulu SDM dan generasinya.”
Dikatakan Adian, orang sering bicara tentang hebatnya Daulah Madinah. Perlu diingat, kehebatannya, bukan pada daulahnya, tapi manusianya, yakni Rasulullah saw. Yang hebat itu bukan institusi khilafahnya, tapi siapa yang memimpin khilafah itu sendiri. Sebab institusi khilafah dalam sejarah itu ada. Bahkan kerap jatuh bangun. Di Andalusia, khilafah pernah berjaya dan pernah hancur. Begitu juga pada masa Abbasiyah, Umayah, dan Turki Utsmani, pernah berjaya dan hancur.
“Jangan dilihat institusinya saja, tapi siapa yang memimpin. Selama ini, orang hanya bicara tentang Turki Utsmani yang hebat, pernah menaklukkan Konstantinopel. Sebetulnya, yang hebat itu, Turki Utsmani-nya atau Muhammad al Fatih-nya. Lalu yang harus kita lakukan, membentuk Daulah Turki Utsmani atau mencetak seorang Muhammad al Fatih?”
Menyiapkan Generasi
Menengok sejarah, dahulu yang disiapkan Rasulullah adalah manusianya. Ketika daulah berdiri, sudah siap orang-orangnya. Termasuk keikhlasannya. Sekarang ini orang masih cinta jabatan, ashobiyah pada kelompoknya, dendam dengan yang lain, sesama muslim saling melotot. Jika kondisinya begini, bagaimana bisa menjalankan daulah.
“Daulah bukan ditanggalkan. Daulah adalah sebuah keniscayaan. Bagi seorang muslimin, ia bukan hanya ingin dirinya saja yang muslim, tapi juga keluarga, dan masyarakatnya dan bangsanya yang muslim, tapi juga negaranya. Kita harus meletakkan sesuatu pada tempatnya, kapan kita harus bicara daulah. Dalam kondisi sesama umat Islam saling berselisih, apakah tepat bicara daulah?” ungkap Adian.
Atau begini, jika tiba-tiba Jokowi mengumumkan, Indonesia dinyatakan sebagai khilafah Islam, apakah tentara dan polisinya mau ikut? Lalu siapa hakimnya, siapa jaksanya, dan sebagainya.
“Cepat atau lamanya daulah terwujud, tergantung umat Islam sendiri. Jika Rasululah bisa mewujudkan daulah yang hebat dalam 13 tahun. Begitu pun orang Yahudi mendirikan negara Israel dalam 50 tahun. Sedangkan, sekarang ini, khilafah sudah tidak ada sampi 80-100 tahun. Tentu, kita perlu intropeksi diri, kenapa khilafah lama terwujud. Karena itu, yang harus disiapkan adalah manusianya,” terang Peneliti INSISTS ini.
Dalam pandangan Adian, kembalinya Al Quds, bukanlah semata lahirnya seorang Shalahuddin, tapi juga Generasi Shalahuddin. Pada awal perang salib, umat Islam ketika itu punya “penyakit” yang sama, yaknihubbuddunya (cinta dunia), terjadi perpecahan, hasad dengki, banyak aliran sesat, amar maruf nahi mungkar begitu lemah. Ketika ulama mengajak jihad, banyak yang tidak mau.
“Karena itu Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Imam Ghazali membangun madrsah-madrasah yang membangun satu generasi. Jadi, bukan hanya melahirkan seorang Shalahuddin, melainkan juga menyiapkan generasi,” tukas Adian yang juga inisiator MIUMI ini.
Disamping kita dakwah amar maruf nahi munkar, namun jangan lupakan untuk menyiapkan generasi kita. Harus disiapkan betul, mereka ke depan mau jadi apa. Demikian pesan yang disampaikan Intelektual Muslim yang kini genap berusia 50 tahun.
Apakah Syarat-syarat Berdirinya Daulah Islamiyah
Daulah Islamiyah ditegakkan diatas tiga rukun :
1. Daar (tempat / negeri)
2. Ro’iyah (rakyat)
3. Siyadah (kekuasaan)
1. Daar (tempat / negeri)
2. Ro’iyah (rakyat)
3. Siyadah (kekuasaan)
Para fuqaha telah melakukan riset tentang rukun-rukun daulah ketika mereka meriset tentang hukum-hukum darul islam lalu didapat penjelasan dari pendefinisian mereka terhadap darul islam.
Definisi pertama adalah bahwa setiap negeri yang muncul didalamnya da’wah islam oleh para penduduknya tanpa adanya pengawalan, pengawasan maupun pembayaran serta telah diterapkan di negeri itu hukum kaum muslimin terhadap orang-orang ahli dzimmah apabila didalamnya terdapat orang-orang ahli dzimmah dan juga para pelaku bid’ah tidaklah menguasai orang-orang yang berpegang dengan sunnah.
Definisi kedua adalah setiap bumi yang ditinggali oleh kaum muslimin walaupun didalamnya masih terdapat orang-orang non muslim atau diterapkan didalamnya hukum-hukum islam maka negeri itu disebut dengan Negeri Islam termasuk juga daerah-daerah yang ada didalamnya yang berada dibawah hukum kaum muslimin.
Sedangkan ro’iyah (rakyat) adalah mereka yang berada di dalam batas-batas daulah dari kaum muslimin dan juga ahli dzimmah.
Sedangkan ro’iyah (rakyat) adalah mereka yang berada di dalam batas-batas daulah dari kaum muslimin dan juga ahli dzimmah.
Sedangkan siyadah (kekuasaan) adalah diterapkan didalamnya hukum islam.
Daulah Islamiyah ini mencakup berbagai aturan dan kekuasaan yang setiap kekuasaannya memiliki tugas khusus yang dibebankan daulah untuk merealisasikan tujuan umum, yaitu memelihara kemaslahatan kaum muslimin baik dalam urusan agama maupun dunia.
Daulah Islamiyah ini mencakup berbagai aturan dan kekuasaan yang setiap kekuasaannya memiliki tugas khusus yang dibebankan daulah untuk merealisasikan tujuan umum, yaitu memelihara kemaslahatan kaum muslimin baik dalam urusan agama maupun dunia.
Macam kekuasaan didalam Daulah Islamiyah adalah :
1. Hakim atau Imam A’zhom
Imam adalah wakil dari umat didalam kekhilafahan Nubuwah dalam memelihara agama dan mengatur dunia.
Imam adalah wakil dari umat didalam kekhilafahan Nubuwah dalam memelihara agama dan mengatur dunia.
2. Wali al ‘Ahd yaitu orang yang memegang jabatan imam setelah wafatnya. Berarti tidak ada Wali al Ahd didalam melaksanakan urusan-urusan daulah selama Imam masih hidup.
3. Ahlu Halli wal ‘Aqdi yang memiliki tugas memilih Imam serta membaiatnya.
4. al Muhtasib yaitu wakil Imam yang melakukan tugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar, mengamati keadaan rakyat dan menyingkap perkara-perkara dan maslahat-maslahat mereka.
5. al Qodho
6. Baitul Mal.
7. Para Menteri. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 7290 – 7294)
Demikian sekilas tentang syarat syarat daulah islamiyah .
Wallahu A’lam
Ustadz SigitPranowo,Lc – eramuslim
ADA BERITA MENARIK !
SCROLL KE BAWAH !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar